Sikap Tegas Imam Syafi’i terhadap Ahli Kalam

 Imam Syafi’i dikenal tegas menjaga Sunah Rasulullah saw dari penyimpangan. Salah satu wujudnya ialah memerangi ahli kalam. Sikap beliau terhadap ilmu kalam dan siapa pun yang mempelajarinya sangatlah tegas. Beliau selalu menjelaskan kepada manusia tentang bahayanya ilmu tersebut dan orang-orang yang mempelajarinya.
Ulama fikih yang hidup pada masa Tabiut Tabiin tersebut juga menganjurkan kepada kaum muslimin untuk menjauhi mereka dan tidak melayani mereka untuk beradu argumen.
“Seandainya manusia mengetahui tentang apa yang ada di balik ilmu kalam, pasti mereka akan lari darinya sebagaimana mereka lari dari singa,”[1]  ungkap warisan umat yang bernama lengkap Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syafi’ Al-Qurasy Al-Muthaliby Al-Maky Al-Ghozy.[2]  ini.
Suatu ketika seorang ahli kalam datang kepada Imam Asy-Syafi’i rahimahullah dan bertanya mengenai tauhid dan ilmu kalam. Di hadapan beliau, ia berkata, “Terbesit di benakku permasalahan tauhid dan aku tahu tidak ada seorang pun yang dapat menjawabnya kecuali engkau, sekarang apa pendapatmu (tentang hal yang gaib)?”
Imam Asa-Syafi’i rahimahullah balik bertanya kepadanya, “Tahukah kamu di mana kamu berada?”
“Tidak.”
“Inilah tempat Allah menenggelamkan Fir’aun. Apakah kamu pernah mendengar bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihii Wasallam memerintahkanmu untuk menanyakan hal ini?”
“Tidak.”
“Apakah para sahabat pernah membicarakan hal ini?”
“Tidak.”
“Tahukah kamu berapa jumlah bintang-bintang?”
“Tidak.”
“Tahukah kamu dari apa bintang diciptakan?”
“Tidak.”
“Sesuatu yang dengan jelas dapat kamu lihat dengan kedua matamu, engkau tidak ketahui seluruhnya, lalu mengapa engkau membicarakan ilmu-Nya yang Dia adalah pencipta semua makhluk itu?”
Kemudian Imam Asy-Syafi’i rahimahullah bertanya tentang wudlu, dan ahli kalam itu tidak bisa menjawabnya dengan benar. Beliau bertanya empat hal kepadanya dan tidak satu pun jawaban yang benar. Kemudian Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Permasalahan yang kamu hadapi sehari lima kali, kamu tidak mengetahui ilmunya, tetapi kamu masih membebani otakmu dengan ilmu kalam. Menurutku jika kamu menghadapi sebuah permasalahan yang rumit, kembalilah kepada Allah dan apa yang ada di Al-Qur’an, yaitu firman Allah:

وَإِلاَهُكُمْ إِلَهُ وَاحِدُ لآَّإِلَهَ إِلاَّ هُوَ الرَّحَمَنُ الرَّحِيمُ{163} إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنفَعُ النَّاسَ وَمَآأَنزَلَ اللهُ مِنَ السَّمَآءِ مِن مَّآءٍ فَأَحْيَا بِهِ اْلأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِن كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ لأَيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ

“Dan Ilah kamu adalah Ilah Yang Maha Esa; Tidak ada Ilah yang berhak disembah melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (Al-Baqarah: 163-164)
Hal ini merupakan dalil adanya pencipta, dan jangan sekali-kali engkau memaksakan keterbatasan akalmu untuk memikirkan sifat Dzat Allah.”[3]
Al-Muzany berkata, “Aku bertanya kepada Imam Asy-Syafi’i rahimahullah tentang masalah kalam, maka beliau berkata:
“Bertanyalah kepadaku tentang suatu dan bila aku salah menjawabnya, maka kamu akan berkata, ‘kamu salah.’ Dan janganlah kamu bertanya kepadaku tentang suatu yang jika aku salah menjawabnya, kamu akan berkata, ‘kamu telah kafir’.”[4]
Di samping larangan beliau untuk mempelajari ilmu kalam dan bergaul dengan orang-orang yang mempelajarinya, Imam Asy-Syafi’i rahimahullah selalu mengajak kaum  muslimin untuk mempelajari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihii Wasallam yang shahih. Ia mengajak mereka berpegang teguh dengan keduanya serta mengembalikan segala urusan yang gaib kepada keterangan yang terdapat dalam Al qur’an dan As Sunnah.
“Barang siapa yang mempelajari Al Qur’an maka besarlah nilai orang itu. Barang siapa berbicara dalam masalah fikih, kemampuannya akan berkembang. Barang siapa menulis hadits, kuatlah hujjahnya. Barang siapa meneliti dengan hitungan, idenya menjadi banyak. Barang siapa tidak melindungi dirinya, maka ilmunya tidak akan bermanfaat,” ungkap Imam Syafi’i.[5]
Beliau juga pernah berkata, “Jika kalian mendapatkan dalam kitabku ada yang tidak sesuai dengan Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihii Wasallam, maka berkatalah sesuai Sunnah itu dan tinggalkanlah apa yang telah aku katakan.”[6]
Begitulah Imam Asy-Syafi’i rahimahullah, sikap beliau sangatlah bijaksana. Beliau tidak hanya melarang mempelajari ilmu kalam dan bergaul dengan orang-orang yang mempelajarinya, tapi beliau juga menunjukkan solusinya dengan menyuruh manusia untuk mempelajari Al Qur’an dan Sunnah yang shahih dalam mempelajari tauhid dan hal-hal yang gaib yang wajib diimani keberadaannya.
_________________________
[1] Siyarul A’lam An Nubala’,Imam Adz Dzahaby 10/ 16
[2] Lihat Siyarul A’lam An Nubala’,Imam Adz Dzahaby 10/ 5
[3] Lihat Siyarul A’lam An Nubala’,Imam Adz Dzahaby 10/ 31
[4] Siyarul A’lam An Nubala’,Imam Adz Dzahaby 10/ 28
[5] Siyarul A’lam An Nubala’,Imam Adz Dzahaby 10/ 24
[6] Siyarul A’lam An Nubala’,Imam Adz Dzahaby 10/ 34


KIBLAT.NET 
0 Komentar untuk "Sikap Tegas Imam Syafi’i terhadap Ahli Kalam"

Postingan Populer

Back To Top